Ini Cerita Sania

Bismillah...
Berada di lingkungan baru membuat Sania harus beradaptasi lagi dengan kebiasaan yang ada di lingkungan sekitarnya. Terlebih, lingkungan baru tersebut adalah lingkungan yang jauh berbeda dari kebiasaan di tempat tinggalnya dahulu. Sania Indrawati, putri tunggal keturunan pemilik Indra Group Corps sebuah perusahaan yang bergerak di bidang per-Televisian dan sedang berada di puncak tertinggi rating pemirsa sekaligus putri sulung dari 3 bersaudara, kini berusia 22 tahun. Sania baru saja kembali dari Jerman setelah menyelesaikan study S1nya dan ini adalah kepulangan perdananya setelah kuliah 4 tahun tanpa pulang ke Indonesia. Bahkan ia rela menghabiskan libur musim panasnya untuk travelling ke beberapa negara yang berada di Eropa. Tak ketinggalan, ia pun menyempatkan diri untuk datang ke Urk setelah drama korea "Descendents of The Sun" tayang dan booming di kalangan KPop-ers.
Kepulangannya ini sama sekali tidak memiliki tujuan. Kalau ia boleh jujur, ia lebih memilih untuk terus berada di Jerman meski study-nya sudah selesai. Tapi ia juga tidak mau dicap Anak tidak berbakti, karena 4 tahun lamanya ia tidak pulang ke rumah. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, akhirnya di sinilah ia, rumah minimalis milik orang tuanya yang penampakannya sudah banyak berubah dari terakhir kali ia tinggalkan. Ia pun menempati kamar sederhana dengan
pernak-pernik cewe yang masih terawat dan terjaga rapi, karena ada seorang pembantu yang dibayar khusus untuk kebersihan kamarnya. Juga kini, ia sedang di supermarket dekat rumah, membeli beberapa cemilan untuk menemani aktivitas santainya di rumah sekaligus juga ia mampir ke ATM untuk penarikan uang saku bulanan selama ia di Jakarta. Dan ia sendirian. Adik sulungnya, alias adik yang tepat berada di bawahnya, yang usianya kini baru mau menginjak usia 20 tahun, yang sempat menawarkan diri untuk mengantar dan menemaninya berbelanja telah ia tolak. Ia masih merasa canggung, dengan adiknya yang kini sudah memasuki usia kepala 2, sekaligus mahasiswa prestasi yang cukup tenar di kampusnya di Universitas Swasta bergengsi di Jakarta.
Meski ia bangga, dan meski adiknya bersikap seolah mereka saudara yang cukup dekat dan akrab, tapi ia memilih menjaga jarak. Ia sama sekali tidak ingin jika keramahan adik-adiknya itu adalah buah titah dari orang tuanya. Ayahnya, Indrawansyah, pemilik Indra Group Corps yang kini tengah bersinar, berada di puncak kejayaan perTelevisian. Ia rasa, ayahnya pasti akan menuntunnya untuk menjadi pewaris tahta perusahaan mereka. Sedangkan bundanya seorang anggota legislatif, yang tahun ini masa jabatannya sudah habis. Dan akan lengser bulan depan. Ia yakin setelah itu bundanya akan aktif kegiatan sosialisasi ibu-ibu atau mungkin aktif di PKK. Biarlah, terserah saja. Yang penting masih dalam lingkup hal yang positif.
Beberapa hari ini, social medianya cukup ramai. Terutama saat berita kepulangannya dari Jerman menyebar di antara teman-teman SMA-nya. Banyak dari mereka meminta bertemu kangen, atau ada yang hanya basa-basi minta oleh-oleh. Sedangkan Sania sendiri tidak terlalu banyak membeli oleh-oleh, untuk menghemat bagasi pesawatnya. Dalam email singkat yang dikirim adiknya, Zafran, atau nama lengkapnya Zafran Indrawan, adik yang umurnya mau 20 tahun itu, ia bilang bahwa ayah meminta Sania untuk membeli oleh-oleh lebih untuk saudara dan teman. Apalagi, ini adalah kepulangan yang sebelumnya belum pernah terjadi. Membaca email itu, Sania hanya tersenyum dingin.
Dan ia, lagi, tak menuruti ayahnya.
Sepeda motornya ia laju pelan saat sayup-sayup ia dengar namanya disebut dari kejauhan. Dari kaca spion, nampak mobil honda jazz merah terpakir di pinggir jalan dengan sebuah kepala menyembul dari balik jendela supir. Memanggil namanya. Melihat wajah yang sepertinya familiar, Sania segera memutar balik motornya dan mendekati mobil tersebut.
"Hai, Put. Assalamu'alaikum..." sapa Sania begitu ia sudah mendekati tujuannya.
"Wa'alaikumsalam, ya Ampun, beneran Saniaaa ya ternyata. Gue kira salah orang tadi... Kapan balik ke Indo?" Putra menyambut ramah sapaan Sania.
"Lah, kamu belom denger berita kepulanganku yang fenomenal, Put? Di grup kan rameee loh..." canda Sania.
"Waaah, gue males buka grup. Chatnya kebanyakan, gue ga sanggup bacanya... Hahaa" Putra tertawa renyah.
"Yuk, Put. Mampir ke rumah aku. Sekalian ada oleh-oleh nih, masih banyak di rumah..." tawar Sania yang ditolak oleh Putra.
"Sori, bukan gue gamau. Nih gue ada kumpul bareng temen, trus ada jadwal jemput nyokap di tempat kerjanya, trus mau ngedate ama cewe gue.."
"Adeuhhh yang kebanyakan job, ampe kuliah belom lulus juga..." Goda Sania.
"Yaudah aku balik dulu ya, Put. Assalamu'alaikum", Sania segera melajukan motornya menuju rumah dengan kecepatan sedang.
✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖
Kali ini Sania sudah ada di antara kumpulan teman-teman reuni SMA nya. Banyak hal diperbincangkan termasuk ada temannya yang mengajaknya untuk mulai berbisnis bersama. Bisnis yang ditawarkan pun, bukan bisnis dengan membuka distro atau ruko semacam jaman dulu itu, tapi yang ditawarkan temannya adalah bisnis Online yang saat ini sedang menjamur. Kebetulan, beberapa temannya yang mengambil konsentrasi di bidang Seni memiliki beberapa karya yang layak dipasarkan, namun belum memiliki tim marketing yang akan menghandle promosi dan kegiatan transaksi. Bagi teman-temannya selaku produsen, waktu mereka tidak cukup jika harus mengerjakan semua sendiri. Apalagi mereka masih banyak yang belum lulus kuliah, alias masih nyusun skripsi. Memang di antara teman-temannya, Sania termasuk yang paling pertama menyandang predikat Sarjana.
Dengan dalih mengisi waktu luang di Jakarta, akhirnya Sania setuju untuk menjadi tim marketing bisnis online teman jaman SMA nya itu. Mulai dari promosi, soft-selling, trik dan tips jualan di FB dan IG dipelajarinya otodidak dibantu teman-temannya yang lebih ahli. Karena ia akui, gelar sarjananya sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan kegiatan baru yang tengah dilakoninya kini. Hingga 2 bulanpun ia lalui untuk belajar, ia merasa cukup untuk segera memulai bisnisnya ini.
Setelah pertemuan yang kesekian kali dengan teman-teman SMA nya untuk belajar bisnis online ini, akhirnya pertemuan hari inipun mulai membahas soal dimulainya bisnis mereka. Tidak ada lagi main-main, tidak ada lagi bercandaan, kali ini semua serius namun semua masih tetap harus saling support, saling belajar supaya apa yang sedang dilalui sekarang menjadi semakin baik ke depannya. Pembagian job tim sudah dibagi, ia menempati posisi promosi. Mau tak mau Sania harus siap sedia di hadapan laptop dan hp paling sebentar 9 jam perhari.
Ternyata butuh waktu yang cukup lama bagi Sania untuk bisa melakukan tugasnya dengan baik dan profesional. Seperti pagi itu, saat ia harus kembali mempelajari materi yang sudah pernah ia pelajari namun belum ia kuasai.
"Za, yang ini gimana sih? Masih belom ngerti...", tanya Sania pada Reza yang saat itu ada di sebelahnya.
"Yang mana, San?", tanya Reza balik namun tidak menolehkan kepalanya ke arah Sania.
"Ih liat dulu, 'geh'...." Sania setengah merajuk karena Reza begitu serius dengan kerjaannya. Dari ruang sebelah yang hanya disekat tirai, ada suara menyahut,
"Makanya, San, kemaren kan pas lagi belajar udah dijelasin bener-bener.. Ya diperhatiin. Kalo ada yang ga ngerti langsung ditanyain. Ganggu konsentrasi yang lain."
Ragu, Sania menebak-nebak suara siapakah gerangan. Mungkin Aldi, ketua tim sebelah.
Akhirnya Sania terpaksa menyudahi pertanyaannya kepada Reza dan kembali mengerjakan tugas yang ia tidak mengerti tapi dicoba pura-pura mengerti.
"Yang mana yang ga ngerti, San?" Tiba-tiba, Sania yakin suara dari belakang. Diliriknya kaca monitor laptop, dan didapatinya wajah milik Faisal, ketua timnya. Yang 'kayanya' daritadi ga ada, sampai dikira ga datang. Ia menoleh lalu tersenyum kaku.
"Yang ini, Sal.. Kemaren emang udah dijelasin teorinya, tapi kok pas praktek jadi bingung gini...", jawab Sania dengan suara pelan. Takut yang disebelah keganggu lagi.
"Guys, gue ada pengumuman nih..."suara Faisal lantang, membuat perhatian semua orang di ruangan Sania, atau bahkan mungkin di ruangan sebelah jadi teralihkan ke Faisal.
"Mulai hari ini, kita mainin aturan serius tapi santai ya... Sambil ngobrol kek, sambil ngemil kek, yah sambil apalah, tapi tugas dan peran masing-masing tetap kepegang. Jadikan acuan, misal, temen sebelah lo udah dapet 30 closing, lah lo baru 10 closing, kalo sambil ngobrol kan bisa jadi bahan acuan lo yang masih 10 buat dapet tips and trik. Jadi biar besok-besok ga si A melulu yang 30 closing, bisa aja kan si B ikut 30 closing, makin gede dah untungnya." Jelas Faisal panjang lebar. Semua yang berada di ruangan Sania berada, manggut-manggut setuju. Setelah itu suasana langsung mencair.
"San, lu udah closing berapa?" tanya Reza kali ini sambil menoleh.
"Baru dikit,nih.. Rata-rata yang order barangnya baru ready minggu depan." Curhat Sania.
"Kalo kamu berapa, Za?" tanya Sania balik.
"Yah lumayan deh, kalo dibandingin sama capenya gue depan laptop... Oia, tadi lu nanya apa?" Sania yang tengah manggut-manggut mendengar jawabn Reza langsung mengambil mouse dan mengklik sesuatu di laptopnya.
"Nah ini, Za. Waktu kemaren kan dibahas teorinya doang, jadi pas praktek aku malah bingung.
"Ohhh yang itu. Sini... Ini... Jadi gini...bla bla bla" Reza menjelaskan dengan detail apa yang harus dilakukan Sania jika nanti mendapati kembali hal serupa.
✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖
Setelah beberapa minggu aturan dimainkan, akhirnya mulai ada keakraban di tim yang makin erat. Membuat kinerja lebih optimal dan hasil yang dirasakan lebih untung. Namun kadang keakraban itu cukup kurang baik untuk pergaulan Sania yang selama ini biasa lurus dan baik-baik aja. Seperti siang itu, semuanya seperti sudah kehilangan banyak amunisi lama, dan butuh asupan yang baru.
"Woi bro pada lemes amat...", sebuah suara terdengar lantang mengagetkan semua insan di ruangan Sania. Tak terkecuali Sania yang 'saking kagetnya sampai hampir banting hp ke laptop.
"Apa sih, Black... Ngagetin orang aja", sergah Alfi pada Indra yang diberi gelar Black karena kulit hitamnya dengan wajah kecut.
"Pada lemes, baru laku dikit yaa jualannya? Eh mau ga jualan di luar negri? Untungnya bisa sampe 1000% loh..."percaya tidak percaya dengan yang disampaikan Indra, Sania tertarik dengan apa yang disampaikannya. Tak terkecuali yang lain.
"ah, masa sih?..."
"Boongan kali... Si Indra kan ada aja usilnya..."
"Kaya dia pernah aja..."
"Lah, yang sekarang aja dia belum ada yang closing"
Suara-suara saling bersahutan bisik-bisik, ada yang membela Indra karena percaya tapi ada juga yang tidak.
"Eh, serius gue. Sumpah pada tau ga? Gue pernah dikasih tau, jadi di luar negri itu lu beli pake modal $5 misalnya, lu jual jadi $500 itu pasti laku. Ada aja yang beli. Mana kaga pake tawar-tawaran lagi kaya orang indo. Mereka klik, liat barang, harga, mereka OK, langsung dah transaksi pembelian sama pembayaran. Ntar kita yang jual tinggal kirim.", cerocos Indra panjang lebar. Sania terkesiap mendengarnya.
Belum sempat komentar bermunculan, Indra sudah kembali berbicara,
"Tapi itu cuma berlaku kaya negara-negara di Barat gtu. Misalnya Amerika, London, Prancis dll-lah. Nah kalo di timur, kaya Arab gitu, yang paling sering laku tuh ********",
Sania yang tidak mendengar jelas apa yang dikatakan Indra langsung bertanya mengenai apakah barang yang laku itu? Namun tidak ada yang menggubris.
"Wah iya masa?" Komentar salah seorang teman.
"Iyalah. Nih bahkan gue modal $1 aja, bisa dijual $200. Gile ga? Pokonya untung parah. Tapi ya itu, di sana itu keamanannya tingkat dewa. Ada kata seksi aja langsung di'banned'. Soalnya kalo promosi 'itu'kan pasti ada kata-kata yang menjurus kesana" jelas Indra, namun Sania yang mendengarkan masih juga belum paham.
"Haha, parah... Itu emang orang sana kebiasaannya gitu, ya?"
"Iya kayanya sih, gitu. Kalo dari cerita yang gua dapet, barang kaya gitu banyak banget dicari di sana. Dan katanya sih, cara ngakalinnya biar ga kebanned ada huruf yang dirubah. Misal huruf a jadi angka 4, huruf i jadi angka 1, ya gitulah. Jadi seenggaknya lumayan aman jualan itu di sana kalo kita tau trik-triknya."
Dan obrolan Indra dengan beberapa relan lainnya terus berlanjut. Sedangkan Sania yang awalnya belum memahami isi pembicaraan, sedikit demi sedikit mulai menangkap kesimpulan, kalau barang yang dimaksud adalah jualan Obat Kuat Pria/Wanita.
Tapi untunglah pembicaraan itu hanya terjadi sekilas dan tidak berlanjut.
✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖
Kejadian kali ini terjadi di suatu hari libur, di mana Sania dan teman-temannya berkumpul untuk eval bulanan. Syukurlah tim Sania memperoleh sedikit lebih banyak order dari tim sebelah. Namun Sania dan tim tetap tidak boleh sembarangan dan gegabah untuk mengkonsistensi penjualan. Ditengah pembahasan mereka yang sudah mendekati akhir, tiba-tiba datang beberapa teman SMAnya yang tidak bergabung di tim, ikut 'ngariung' bareng. Mereka adalah Ben, Tyan, Jun dan Sakti. Kedatangan mereka tak lain tak bukan adalah numpang makan gratis sekaligus pengen curcol.
"Bro, gimana nih? Masa gue daftar ojek online cuma dapet capeknya doang."keluh Tyan, yang baru-baru ini nyambi jadi driver, buat nambah-nambah uang wisuda. Bahkan saat ia datang, ia masih mengenakan jaketnya itu.
"Ya namanya ngojek mah pasti capek. Kita yang kerja duduk depan laptop aja capek." Sahut Indra.
"Iya, bro... Mana kalo lu capek ada duitnya. Lah kita capek, tapi kalo belom ada order belom ada duit. Masuknya ke ATM lagi, bukan duit cash", Aldi ikut menimpali.

"Apaan gue dapet duitnya? Nih ya, bro. Gue jelasin. Gue tukang ojek online bagian anter-anter barang orderan tokopedia. Nah, tarif gue aja dari BSD ke bunderan HI cuma IDR 30.000. Mikir ga, buat bensin gue aja, ga nutup. Udah nganter jauh banget, ntu customer ordernya udah mau maghrib. Ditolak, gue kena denda. Belum duit dapet, malah udah keluar duit. Jam setengah 10, gue baru sampe HI..." Tyan mengeluarkan seluruh uneg-unegnya secara gamblang. Sania yang juga ikut denger curhatan Tyan merasa iba. "Habis ini, mudah-mudahan dia ngerasa lega setelah cerita ama.shohib-shohibnya"harap Sania dalam hati.
"Lah lu kenapa ga dibagian ngojek anter penumpang aja?", tanya Faisal penasaran.
"Gabisa, udah penuh. Kan udah banyak banget tuh, driver ojeknya. Trus yang masih kosong ya bagian yang sekarang gue pegang..."
Jam sudah menunjukkan jam 2 siang, Sania terpaksa harus izin pulang karena ada kegiatan lain yang harus ia lakukan. Ia pun pergi, tanpa menyaksikan sampai akhir bagaimana kelanjutan kisah Tyan sang driver ojek online.
Selanjutnya, Sania ada kegiatan di daerah dekat kantor Wali kota. Namun di tengah jalan, ia menemukan ratusan polisi sedang berjaga di pinggir jalan, di sisi kanan dan kiri kurang lebih sepanjang 2 km. Di beberapa titik, terlihat polisi itu saling bergerombol, namun dititik yang lain, polisi itu hanya berjaga sendirian, namun jarak antar polisi hanya 50-100 cm.
Awalnya ia pikir ada kegiatan di kantor Wali kota, namun belum juga sampai, jejeran polisi itu sudah tidak ada di sepanjang jalan menuju kantor Wali kota. Sania yang tadinya berniat membahas dengan siapa saja yang ia temui dan bisa ia ajak ngobrol di kantor Wali kota, soal sedang apakah polisi-polisi itu, ternyata kelupaan sampai ia pulang lagi ke rumah, karena ngurus berkas yang super ribet.
Namun betapa kagetnya Sania begitu mendengar pembicaraan Zafran dengan Salman, adik bungsunya yang kini menginjak usia 16 tahun, mau naik kelas 2 SMA, akan merasakan rasanya jadi anak OSIS.
"Iya, apalagi sampe Jokowi dateng segala.", tukas Salman dengan nada bingung.
"Hm iya sih, jadi sampe rame segala, kan...", Zafran pun tak kalah heran.
Namun pembicaraan mereka berdua ikut membuat Sania heran, dan ikut masuk dalam perbincangan mereka.
"Emang ada Jokowi? Di mana?", tanya Sania, membuat dua saudara itu menoleh, Salman terlihat sekali kaget. Mungkin karena sejak kepulangan kakak perempuannya, ia yang tadinya ingin ramah, namun malah diabaikan.
"Eh, Kak... Iya itu tadi launching di perumahan baru atau apa ya, Zafran juga kurang tau. Katanya di sana sampe Jokowi dateng segala."
"Yang arah mau ke Balai kota?", tanya Sania memperjelas.

"Oia, tadi kakak lewat kan ya? Iya disitu, ka. Bener", Salman jadi menimpali juga setelah agak sedikit kaku. Lalu Sania ingat, ia memang sempat mengatakan di grup keluarga bahwa akan ke kantor Wali kota. Namun ia tak menyangka, adiknya itu ingat dan cukup peka juga.
"Salman punya pacar?", tanya Sania tiba-tiba keluar dari konteks perbincangan mereka.
"Ngga.", tegas meski ada raut kaget ditanya begitu sama kakak yang biasanya cuek. Jawaban yang tidak memerlukan waktu lama untuk menjawabnya, Sania tau adiknya jujur. Bahkan tidak ada kalimat berkelit keluar dari mulut adiknya.
"Eh, tapi kakak ga percaya kalo tadi Jokowi kesitu. Harusnya kakak tungguin dulu ya, ah coba kakak tau lebih awal.", Sania malah curcol gak jelas.
"Yaelah, ka. Jokowi doang", Zafran terlihat malas menanggapi.
"Trus dia ngapain ya sampe ke situ segala?", Sania bingung, persis seperti kedua adiknya tadi saat mereka juga sama-sama merasa heran.
Entahlah~


Tulisan ini saya persembahkan untuk #1minggu1cerita #minggu14


Komentar

Postingan populer dari blog ini

When Your Family is Your 'Haters'

Ketika "Lupa" pada Tugas dan Kewajiban

Mencoba Transportasi Umum di Masa Pandemi