Niatnya Narasi, Jadinya ...


 Mata kuliah Jurnalistik pekan ini diakhiri dengan sebuah tugas. Yaitu, membuat narasi tentang bagaimana perjalanan kami, mahasiswi semester 6 Akhwat, hingga akhirnya bisa berkuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyyah Al-Hikmah, Jakarta yang untuk selanjutnya akan ku sebut STID DI Al-Hikmah, Jakarta. Hal itu pun membuatku menerawang kembali pada masa lalu, dan membawaku pada kisah yang sangat panjang.

Lama kisah ini ku pendam, hingga akhirnya kesempatan untuk menuangkan pikiranku pun datang. Benar. Jika bukan karena keharusan, rasanya biarlah ini menjadi ceritaku dan masa lalu yang kelam.


Mulanya, setelah lulus dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Tangerang pada tahun 2014, aku berniat mengikuti SNMPTN di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat itu, aku harus lulus SNMPTN karena kondisi keuangan orang tuaku yang tidak berkecukupan, sehingga sebisa mungkin aku harus dapat beasiswa.


Sehingga pada pendaftaran SNMPTN, aku cukup optimis mengambil jurusan Matematika, sebagai pilihan utama dan Sastra Arab, sebagai pilihan kedua, karena aku yakin mampu diterima di salah satu jurusan itu dan mendapatkan beasiswa.


Namun Allah berkehendak lain. Saat hasilnya diumumkan, ternyata aku tidak lulus pada kedua jurusan pilihanku tersebut.


Memang pada dasarnya, Matematika dan Bahasa Arab adalah dua pelajaran yang paling ku sukai. Ku tekuni dengan rajin, dan selalu mendapatkan hasil yang memuaskan. Itu dikarenakan dari jenjang sekolah dasarpun, aku cukup menonjol di dua bidang itu. Dan aku melanjutkan dengan baik di MTs (Madrasah Tsanawiyah/SMP) dan MAN.


Namun, seiring berjalannya waktu, aku memantapkan diri untuk lebih condong ke Matematika, karena cita-citaku saat itu adalah menjadi dosen Matematika. Hingga di MAN pun, aku mantap memilih jurusan IPA.


Namun kenyataan bahwa aku tidak lulus SNMPTN membuatku memutar otak dengan keras. Kemana lagi? Jalur pendaftaran kuliah mana lagi yang menawarkan biaya pendidikan gratis/beasiswa? Aku saat itu bingung dan kehilangan harapan.


Namun aku kembali bersemangat karena kedua orang tuaku. Mereka mendukungku dengan sebaik-baik dukungan. Mereka menyarankan aku untuk mengikuti tes masuk STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) di daerah Bintaro, Tangerang Selatan dan STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistika) di Jakarta Timur. Karena kegemaranku pada matematika masih bisa diaplikasikan di dua Sekolah Tinggi milik negara tersebut, yang berstatus gratis dan beasiswa.


Namun lagi, aku harus menghadapi kenyataan pahit. Aku tidak lolos di dua Sekolah Tinggi tersebut. Di sini, aku mulai kehilangan minat pada matematika. Aku merasa, akhirnya aku tersadarkan bahwa pemahaman matematika ku selama ini masih sangat jauh dibandingkan kebanyakan orang di luar sana. Terutama dengan mereka yang juga mengikuti les di tempat les ternama.


Akhirnya ummi menyuruhku untuk fokus mengambil jurusan bahasa Arab. Karena latar pendidikanku yang pernah di Pesantren saat jaman MTs, ummi yakin aku bisa diterima di LIPIA. LIPIA adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab yang berada dibawah naungan Universitas Islam Madinah, Riyadh dan berlokasi di Warung Buncit, Jakarta Selatan. Akupun mempersiapkan diri dan segala berkas untuk mendaftar di LIPIA. Aku juga menghubungi temanku di pesantren, yang juga mendaftar ke sana.


Lagi. Aku tidak lolos masuk LIPIA. Aku yang kehilangan harapan merasa tidak bisa membanggakan kedua orang tua. Terlebih, baik matematika ataupun bahasa Arab, aku tidak cukup baik pada keduanya. Orang tua yang awalnya mendukungku, lama kelamaan akhirnya menyerah.


Sempat sebuah harapan hadir saat aku mengikuti tes masuk PMB IAIN Serang. Aku diterima di jurusan Matematika Murni, karena ini adalah jurusan baru (aku semakin bersyukur karena memilih jurusan yang kurang diminati sehingga peluang diterima semakin besar). Namun karena PMB adalah tes masuk jalur mandiri dimana sistem pembayaran UKT, orang tuaku yang tidak memiliki dana, tidak mampu membayar uang kuliahku. Akhirnya aku harus melepas kesempatan yang saat itu ku anggap peluang emas.


Pada pilihan paling akhir, aku akhirnya mendaftar ke STIU DI (Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Dirosat Islamiyyah) AL-HIKMAH Jakarta. Dan diterima, dengan alasan latar belakang pendidikan di pesantren selama 3 tahun.


Namun, hanya bertahan satu tahun. Aku di STIU loncat kelas dari i'dad (kelas persiapan bahasa Arab, selama 2 tahun) langsung ke Jami'i (semester) 1, akhirnya memilih berhenti pada saat UAS Jami'i (semester) 2. Berhenti karena selalu terlambat masuk kuliah, dikarenakan perjalanan PP yang ku tempuh Tangerang-Jakarta. Aku pun memutuskan pindah ke Bandung untuk menghafalkan Al-Qur'an.


Biar ku jelaskan sedikit, pada dasarnya STID DI dan STIU DI AL-HIKMAH adalah sekolah tinggi yang berada di Bangka, Pela Mampang, Jakarta Selatan. Pada dasarnya juga, berada di satu yayasan yang sama, namun dengan susunan pengurus yang berbeda. Bisa dibilang, satu kampus beda jurusan. Yang satu ilmu dakwah, yang satu Ushuluddin (seluruh pembelajaran untuk fakultas Ushuluddin adalah bahasa Arab). Namun baik STID DI atau STIU DI, sama-sama memiliki kelas i'dad atau kelas persiapan bahasa Arab selama 2 tahun.


Oke, lanjut ke cerita. Selang satu tahun di Bandung, tidak banyak kemajuan dari hafalan Al-Qur'an ku. Hingga akhirnya aku pulang ke rumah dan membantu usaha orang tua selama setahun.


Dan pada bulan Agustus tahun 2017, orang tuaku menyarankan agar aku kembali ke Al-Hikmah. Aku yang sudah terlalu lama di'rumah'kan, cukup ragu untuk kembali ke STIU dan akhirnya mengikuti saran orang tuaku ke Al-Hikmah dan masuk ke STID DI.


Namun alangkah terkejutnya aku saat ternyata, STID DI saat itu sudah hampir memasuki UTS. Pihak TU pun menolak pendaftarankuku dan menyuruhku kembali mendaftar pada Januari tahun depan. Dalam perjalanan pulang, aku merasa takut untuk mengatakan yang sejujurnya pada orang tua. Entah keberapa kalinya aku telah mengecewakan mereka.


Akhirnya ku putuskan untuk memberi tahu bahwa pendaftaran pada semester ini penuh, dan aku disuruh masuk pada semester depan. Dan syukurlah, orang tuaku percaya.


Begitulah, pada semester depannya aku kembali mendaftar di STID DI AL-HIKMAH dan diterima. Sekarang aku sudah pada tahap akhir menuju sarjana. Aku bahkan sudah selangkah maju mulai menyusun proposal skripsi. Semoga lancar dan aku aku bisa melalui semua langkah menjadi wisudawati dengan baik, dan tepat waktu. Aamiin.

Komentar

  1. Cukup terharu melihat mbak nya, perjuangan yang cukup berliku dalam menuntut ilmu. Dari satu tes ke tes lain, dari satu kampus ke kampus lain..
    Semoga dilancarkan oleh allah yaa mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin... terima kasih banyak mas Dodo... terima kasih juga sudah bersedia main ke blog saya yang isinya ga jauh dari curhat... hehehe jadi malu sy, blog sy gada apa-apanya dibanding blog mas Dodo xD semoga nanti blog saya bisa kaya mas Dodo nih xD

      Hapus
  2. Semangat kak, dulu aku juga sempat ikut STIS tapi gagal di tahap dua.
    Semoga skripsinya lancar ya kak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. waahh iyaa makasih mbak^^
      kalo aku, soalnya juga jadi keliatan susah karena gada persiapan mau ke sana ><
      aamiin terimakasih, mbak! semoga segala urusan mbaknya juga Allah mudahkan:)))

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

When Your Family is Your 'Haters'

Ketika "Lupa" pada Tugas dan Kewajiban

Mencoba Transportasi Umum di Masa Pandemi