Kenanganku, Kampung Halamanku

Bismillah...

Terlahir di Jakarta Barat, tepatnya di Rumah Sakit Harapan Kita, tidak serta merta membuat saya merasa bahwa Jakarta adalah kampung halaman saya. Ditambah dengan keseharian saya yang tidak begitu jauh dari Jakarta (Tk di Bekasi, SD & SMA di Tangerang, serta kuliah setahun⎼saat ini saya memutuskan untuk cuti karena beberapa alasan⎼di Jakarta), namun begitu saya tetap tidak merasa bahwa Jakarta adalah kampung halaman saya. Karena jujur saja, saya sudah lebih dulu jatuh cinta pada Salem, Brebes tepatnya di desa Pasirpanjang, tempat dimana saya dan ummi saya sekolah di SD yang sama (meskipun saya hanya sempat satu tahun sekolah di sana).

Dan kalaulah dibilang, sebenarnya di sanalah kampung halaman ibu terhebat sepanjang masa.

Tidak banyak yang tahu tentang desaku ini. Berada di tempat terpencil, di lembah pegunungan yang mengelilingi Brebes. Pasirpanjang memiliki beragam tempat menawan yang layak dikunjungi. Bagiku, tidaklah perlu mahal-mahal pergi berwisata melihat panorama alam yang indah. Karena untuk sekedar menikmati panorama itu, bagiku cukuplah hanya dengan pergi pulang kampung. Bersama keluarga bahagia, berada di desa ini membuatku seakan melihat surga.

Pemandangan pegunungan yang terlihat dari desa Pasirpanjang 
di waktu matahari baru terbit (Dokumentasi Pribadi)

Meski tidak terbilang sering, namun beberapa kali aku pergi untuk pulang kampung selalu membawa kenangan indah yang harus ku bagi ceritanya. Sehingga tidak heran, bahwa aku sangat antusias dan menikmati setiap kata yang mengalir, merangkai cerita indah dari kampung halaman. Walaupun awalnya sempat berbentrok waktu dikarenakan produksi, tidaklah mematikan ide-ide yang membara di pikiran & relung hati. Sehingga bagiku, menulis ini mustilah dihayati agar sampai kenangan yang ku bagi pada orang lain.

Jika membayangkan kampung halaman, maka yang terlintas pertama kali adalah pemandangan sawah yang terletak ±500 meter dari rumah bibi (adik iparnya ummi)⎼ku. Dengan alur menanjak dan jalan yang aspalnya sudah mulai rusak, cukup berjalan kaki saja sudah mampu menemukan pemndangan dimana sepanjang mata memandang yang terlihat hanyalah terasering. Ditambah salah satu spot terbaik di pagi hari, dapat menghantarkan kita pada golden moment, yaitu kala matahari terbit. Di mana gunung-gunung yang tersembunyi di balik gelapnya langit subuh, mulai menampakan diri.

Kalau kata Ummi sih, salah satu gunung yang terlihat di antara pegunungan itu adalah Gunung Slamet.

Puas menikmati hening, sejuk dan tentramnya suasana sawah di pagi hari, maka bagaimana jika dilanjutkan dengan sedikit peregangan otot alias olahraga. Dari sawah, sekitar 30 menit berjalan kaki, dengan track perjalanan menanjak maka kita akan sampai di Puncak Lio. Yup!

Desa Pasirpanjang memiliki gunung tanpa kawah bernama Lio. Jalur utama yang harus dilewati saat para pendatang dari kota Brebes dan sekitarnya (termasuk Kuningan, Jawa Barat) hendak masuk lebih jauh ke Pasirpanjang. Gunung yang menurutku lebih terlihat seperti bukit itu, memiliki panorama indah sepanjang perjalanan yang membuat kita tak hentinya berdecak kagum. Dimulai dari deretan pohon pinus, kabut tebal saat malam, pagi, dan sehabis hujan, hingga danau di dataran rendah, yang terlihat dari  ketinggian kaki gunung Lio saat kendaraan kita tengah berjuang menanjak.

Danau yang terlihat saat perjalanan menuju Pasirpanjang
(Sumber: https://kijablodeng.wordpress.com/2011/07/04/sekitar-brebes)
Entah danau apa namanya, namun aku selalu mencari dan merasa harus menemukannya saat perjalanan menuju Pasirpanjang. Karena aku, begitu penasaran dan mencintai keindahannya.❤
Dan setelah dua tahun terakhir tidak pernah pergi pulang kampung, kudengar di puncak Lio sana sudah dibuat area wisata yang lagi kekinian. Dari hasil searching google, banyak yang asik berfoto di antara pohon-pohon pinus. Yah, seperti yang ada di Kragilan atau Imogiri yang lebih terkenal di kalangan kaula muda. Namun tak kalah dengan yang sudah ada, di puncak Lio pun disediakan rumah pohon untuk spot foto dengan pemandangan yang tak kalah indah. Bahkan disediakan pula fasilitas Flying fox buat yang suka tantangan dan outbound.πŸ‘―

Kenangan manis yang juga terlintas saat membayangkan kampung halaman adalah saat akhir tahun 2015 lalu. Saat itu, karena rindu, ummi mengizinkanku pulang kampung sendirian menggunakan jasa travel. Kebetulan, tetangga di kampung sana yang membuka usaha travel sehingga tidak perlu repot mencari agen travel yang aman untuk anak gadis usia 18 tahun saat itu. Beberapa hari di sana, ku habiskan dengan berkeliling kampung, silaturahmi dengan sanak saudara. Maklum, suasana kampung di sana tak jauh beda dengan kampung lain yang mungkin serupa, bahwa bisa dikatakan kalau sekampung itu isinya keluarga besar semua. Yang RW sini, keturunannya mbah Uyut A. Yang RW sana, keturunannya mbah Uyut B.

Dan jujur saja, aku tidak hapal semuanya. Jangankan keturunan mbah Uyut A & B ku hapal, keturunan mbah Uyut A yang jalurnya menuju aku saja aku tidak hapal. Anaknya mbah Uyut A, yaitu nenekku (atau aku biasa memanggilnya mbah Brebes) aku juga tidak tahu saudaranya berapa, dan siapa saja. Tapi kalau jumlah anaknya mbah Brebes dan siapa aja mereka, ya pasti aku hapallah. Kan mereka adalah Ummi aku dan sodara-sodaranya. Bisa ditendang dari daftar keluarga kalo sampe aku ga hapal anaknya Mbah.πŸ™ˆ

Matahari terbit (dok. pribadi)

Oh iya, sampai lupa. Jadi, aku pengen ceritain, pas hari keberapa aku di kampung, aku lagi bantuin bibi aku yang buka usaha warung di pinggir jalan. Ceritanya di depan warung bibi adalah musholla dengan halaman yang agak luas. Tiba-tiba terparkirlah di sana, beberapa mobil bak terbuka milik TNI-AD (kalau tidak salah ingat😁). Kemudiann mulai bermunculan beberapa para senior TNI yang berpangkat tinggi (ini aku cuma sotau), mempersiapkan kemah mereka di musholla itu (mereka mandi dan tidur di sana). Kemudian saat tiba waktu ngopi, makan siang atau makan malam, mereka akan mampir di warung bibi. Tanpa mengenakan seragam (jadi aku gapernah tau pangkatnya tuh bapak-bapak apa. Yang pasti sih, dipanggilnya komandan.)


Dan barulah dari kejadian itu aku tahu, bahwa TNI itu memang setiap tahun mengadakan hal yang sama yaitu pengambilan Baret Merah. Dan yang harus dilakukan para juniornya adalah berjalan kaki dari Bandung menuju Cilacap demi mendapatkan Baret Merah!!!  Entah berapa hari dihabiskan oleh para TNI muda itu. Saat hari kedua kedatangan TNI Senior, TNI junior baru muncul di siang hari menjelang sore. Mereka berlari kecil sambil bernyanyi⎼mungkin yel-yel, dan mereka harus tetap penuh semangat. Karena kalau mereka terlihat malas sedikit saja, mereka akan dihukum mengalungkan tali tambang ke leher mereka, selama sisa perjalanan menuju Cilacap. Dan satu hal penting yang paling ku ingat adalah Wajah mereka semua SAMA! Sama-sama dekil, item, bulat, kurus, seperti mereka klonning satu wajah.

Terasering di Pasirpanjang, Salem, Brebes
(Sumber: http://ogaolimpia.blogspot.co.id/20/11/12/all-about-pasirpanjang.html)

Dan akhirnya, yang tadi itu adalah point terakhir yang bisa aku ceritain tentang kampung halamanku. Secara garis besar, aku merasa tidak melewatkan satu hal penting. Meski untuk hal-hal yang remeh, yang tadinya mau aku ceritain pun dengan sangat memaksa tidak jadi aku ceritakan. Karena akhirnya malah cerita jadi aneh ngelantur ke mana-mana, dan bikin aku stuck buat lanjutin cerita.

Semoga yang membaca, bisa menikmati Kenangan yang aku bagi sama kalian semua. πŸ‘Έ

Dan terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.❤



Komentar

  1. Ah..iya..baru inget kalo Kuningan berbatasan dengan Brebes juga..saya sering lewatin jalannya nih kyknya. Dulu waktu kecil suka ke Sindang Heula (tau ga?) di Brebes dan ke Tegal juga lewat situ :) -Tatat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tau teh.. Soalnya saudara2 aku ada jg yg di sana :)
      Hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencoba Transportasi Umum di Masa Pandemi

Kisah Khidir dan Nabi Musa (Part 2)

Being an I GOT7♥