[JUST OPINI]

Bismilah

Jadi baru-baru ini lagi rame banget yang namanya “hijrah produk”. Sebenarnya, kampanye bertajuk “hijrah produk” ini sudah diusungkan sejak lama. Bermula dari gerakan anti-Israel di seluruh dunia.

Dan beberapa waktu lalu, persoalan ini sempat kembali mencuat dikarenakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Namun pada kenyataannya, tak sedikit orang yang hanya ber-euforia diawal. Meramaikan dan mem-viralkan secara daring, tanpa adanya bukti nyata bahwa mereka benar-benar mengganti produknya dan melakukan boikot pada produk asal Israel dan Amerika Serikat.

Seiring berjalannya waktu, produk tersebut justru semakin laris di pasaran. Tak terlihat adanya efek dan pengaruh dari kampanye “hijrah produk” waktu itu. Produksi dan distribusinya tetap dilakukan secara besar-besaran. Keuntungan yang diraihpun, tak telihat mengalami penurunan. Sehingga kampanye tersebut menjadi hanya sekedar wacana.

Dan kali ini, kampanye “hijrah produk” kembali ramai akibat sebuah pernyataan mengejutkan, bahwa produk lisensi U mendukung LGBT. Dari banyaknya unggahan, banyak sekali pro-kontra terkait pernyataan tersebut. Termasuk banyaknya komentar-komentar yang mengusungkan untuk memboikot produk U.

Meski begitu, secara acak, beberapa komentar di beberapa artikel membuat pemikiran-pemikiran tentang adanya kemungkinan, bahwa kampanye ini akan kembali menjadi "sekedar wacana". Diantaranya adalah sebagai berikut:

Harga produk pengganti sejenis yang lebih mahal

Melalui pengalaman langsung, harga jual memang menjadi faktor utama dalam menentukan pembelian suatu barang/produk yang akan digunakan. Bukan berarti ketika harga suatu barang mahal maka tidak akan laku, dan ketika harga barang murah maka akan laris manis di pasaran.

Namun melihat rendahnya tingkat ekonomi masyarakat, kemungkinan ini cukup besar untuk menjadi alasan boikot produk menjadi sekedar wacana.

Sebagai contoh, produk yang dipakai sehari-hari; deodorant. Pada merk R dengan harga Rp. 17.000 setiap bulan. Dibandingkan deodorant merk N dengan harga Rp. 75.000 untuk pemakaian 3 bulan. Pada merk R, maka selama 3 bulan cukup mengeluarkan Rp. 50.000 (belum lagi jika ada promo/diskon). Masih jauh lebih murah dari merk N.
**Mengecualikan yang memang mengambil manfaat dari merk N dan mereka secara finansial mampu membeli produk N.

Daya saing kualitas produk

Salah satu hal lain yang menjadi faktor adalah persaingan kualitas yang masih jauh berbeda kelas. Tidak dapat dipungkiri, bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh lisensi U memiliki kualitas yang sangat baik. Sebut saja, kecap merk B dan teh merk S.
Entah ini sudah menjadi hal yang umum atau tidak, tapi kecap dan teh milik lisensi U, semula hanyalah industri rumahan yang biasa disebut UKM (Usaha Kecil Menengah).
Dan ketika produk tersebut mulai "naik kelas", lisensi U membeli produk tersebut, dari merk dagang hingga "resep rahasia perusahaan". Setelah perombakan kemasan dan iklan yang memakan banyak biaya, kita bisa lihat hasilnya sekarang. Sangat laris di pasaran.

Rasa kecapnya yang manis tidak dapat digantikan dengan produk sejenis. Dapat dibilang, sulit untuk pindah ke lain produk.

Contoh lain adalah produk sabun cuci piring. Merk S dengan merk M. Keefektifan pembersihan merk S lebih ampuh dari merk M. Dan sisa bau dari sabun cuci merk M yang masih menempel, mengharuskan membilas lebih banyak dari merk S.

Ada juga kasus boikot produk roti merk SR. Jujur sempat ikutan mencoba boikot produk tersebut danberalih ke roti merk MR. Tapi pada akhirnya kembali ke roti merk SR. Karena apa? Kualitas roti dan rasa yang ditawarkan jauh dengan produk pesaing sejenis. Bahkan jatuhnya jadi selalu membanding-bandingkan karena rasa yang sulit dilupakan. 🙈🙈🙈

Kebiasaan

Mencari dan menyesuaikan kebiasaan baru bukanlah hal yang mudah. Cocok – tidak cocok menjadi pertimbangan ulang banyak pihak. Kebiasaan juga mendatangkan kenyamanan, sebab itu akan sulit untuk beradaptasi dengan pilihan produk baru.

Yang lebih mengejutkan adalah, ternyata masih banyak masyarakat yang bahkan membelinya tanpa memedulikan cocok atau tidaknya suatu produk. Asal harga murah, ada diskon, mereka akhirnya membeli. Bahkan adanya pemikiran seperti "yang penting pake sabun/shampoo/pasta gigi".

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Nah itu tadi adalah opini singkat terkait berita yang sedang ramai diperbincangkan hingga menjadi tranding topic.

Sekilas saja, karena jujur cuman menuliskan keresahan yang ada di fikiran. 😆 Dan ketika research tentang materi yang lagi ditulis ini, pengetahuan ku tidak sebanyak materi dari artikel yang sudah banyak bertebaran di internet.


Komentar

  1. Saya baru tahu berita ini beberapa waktu lalu. Tapi entah kenapa saya nggak terkejut banget. Semacam "oh" aja, padahal ini heboh banget. Apa ada yang belum saya tahu ya makanya saya biasa saja.
    Tapi terlepas dari berita ini. Menurut saya kalau produknya bagus dan halal ya udah nggak papa.
    Saya nggak mau ambil pusing aja😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. ❤️❤️❤️
      Nah iya, apalagi kalau kita juga butuh yaa.... 😆😆

      Hapus
  2. Mungkin untuk 'hijrah' ke produk yang bukan dari U agak sulit. Saya yakin hampir di setiap rumah-rumah kita pasti ada produk tersebut. Solusinya mungkin, kita menciptakan produk baru yang berkualitas tinggi agar masyarakat membeli produk kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya banyak sih produk yg bagus dan berkualitas tinggi, tapi [lagi] harganya juga lumayan tinggi 😂😂😂 jd masyarakat kita blm terbiasa dgn itu...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencoba Transportasi Umum di Masa Pandemi

Kisah Khidir dan Nabi Musa (Part 2)

List (Daftar) Idol KPop Debut Tahun 2019